Peran Perempuan Dalam Islam, Penting Sejak Awal Kenabian

“Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) makruf dan mencegah (berbuat) mungkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

QS: At-Taubah (9): 71

Ayat ini, didampingi beberapa ayat yang lain, memberikan jaminan akan kedudukan yang sama di hadapan Allah di antara mukmin laki-laki dan perempuan. Sama-sama menanggung tugas berat amar makruf, menegakkan keadilan dan kebenaran agar mengokohkan akhlak dalam pembangunan masyarakat. Sama halnya dengan nahi munkar, mencegah keburukan yang bisa menjatuhkan kualitas masyarakat dan mengacaukan ketenteraman yang sudah berhasil ditegakkan. 

Kelembutan sebagai Kekuatan Khadijah r.a

Baik dalam kehidupan masyarakat umum maupun rumah tangga, peran perempuan dan laki-laki saling melengkapi. Contohnya dapat dilihat dari kehidupan Rasulullah saw. sendiri sebagaimana tercatat dalam sejarah. 

Pada masa awal kenabian, ketika Rasulullah saw. menerima wahyu pertama kali, beliau pulang dari gua Hira dalam keadaan terguncang dan menggigil hingga berkata kepada istrinya Khadijah, “Zammiluuni! Zammiluuni!” (selimuti aku! Selimuti aku!)

Setelah meminta diselimuti, Rasulullah saw. Lalu berkata, “Inniqad khasyitu alla aqli!” yang jika diartikan secara tepat bermakna, “Saya rasanya seperti akan gila!”

Apa tanggapan istrinya tercinta? Khadijah r.a. berkata, “Tidak, engkau tidak akan gila! Allah sekali-kali tidak mengecewakan engkau selama-lamanya sebab engkau adalah seorang yang selalu menghubungkan silaturahim, kasih dan sayang kepada siapa saja. Engkau adalah orang yang sanggup memikul tanggung jawab berat untuk keluargamu. Engkau adalah seorang yang berusaha mencarikan apa yang tidak ada, dan engkau adalah seorang yang selalu menolong orang lain dalam menghadapi segala kesukaran hidup!”  

Besar sekali kesan ucapan Khadijah r.a. tersebut dalam menenangkan jiwa Rasululllah saw.  agar siap memikul tanggung jawab yang Allah  letakkan di pundak beliau. 

Khadijah juga membawa Nabi bertemu pamannya, Waraqah bin Naufal, yang menjelaskan bahwa yang dialaminya adalah apa yang juga dialami Musa dan nabi-nabi yang lain, yaitu namus atau wahyu, dan yang menemuinya adalah Jibril. Juga bahwa Waraqah bersedia menjadi pengikut setia Nabi saw. jika usianya panjang.  

Hal ini adalah kesan pertama dari arti ayat sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, bahwa sukses yang dicapai Rasulullah saw. didukung dengan berdirinya seorang istri mukminah di sisinya. Istri yang bukan hanya setia melayani suami, mendidik anak-anak, tapi juga mengorbankan seluruh harta benda untuk menyokong cita-cita dakwah suaminya.  

Referensi: Buya Hamka Berbicara Tentang Perempuan karya Hamka 

Buya Hamka Berbicara Tentang Perempuan karya Buya Hamka 

Author

0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like