Siapa yang suka mengecilkan masalah orang lain? Kalau ada teman bercerita, tanggapannya sekedar ‘Ah, baper banget, sih!’ Padahal yang bisa baper bukan temanmu saja, bahkan manusia paling mulia pun bisa baper.
Bayangkan perubahan kehidupan Rasulullah ﷺ di masa awal dakwah. Rasulullah ﷺ adalah seseorang yang sedemikian terkenal kejujurannya sehingga diberi gelar Al-Amin, atau yang terpercaya. Teman ataupun musuh, semua mengakui hal tersebut. Dari sisi kesucian diri, amanah, dan semua jalan-jalan kebaikan tidak ada yang menandingi. Tiba-tiba perkataannya diingkari, dibilang pembohong, bahkan disebut orang gila. Terbawa perasaan gak kira-kira Diingkarinya pun bukan karena benar-benar nggak percaya, tapi akibat gengsi. Kok bisa?
Dalam Sirah Nabawiyah yang disusun Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri dijelaskan cerita berikut.
Suatu hari ada tiga orang pemuka Quraisy sengaja mencuri dengar Al Qur’an yang dibacakan oleh Rasulullah ﷺ, awalnya secara terpisah tapi akhirnya saling mengetahui. Seorang diantara mereka bertanya pada Abu Jahal, “Apa pendapatmu mengenai apa yang sudah engkau dengar dari Muhammad?”
Abu Jahal menjawab:
“Apa yang aku dengar? Kami telah berselisih dengan Bani Abdul Manaf dalam hal kemuliaan. Jika mereka memberi makan orang-orang, kami pun melakukannya; jika mereka menanggung sesuatu untuk kepentingan orang lain, kami pun melakukannya; jika mereka memberi sesuatu kepada orang lain kami pun berbuat yang sama hingga akhirnya kami berada di atas tunggangan yang sama (setara derajatnya). Kami ini laksana kuda pacuan yang bertarung, tiba-tiba mereka berkata, ‘Kami memiliki seorang nabi di antara kami yang mendapatkan wahyu dari langit.’ Maka bagaimana kami bisa menerima hal seperti ini? Demi Allah! Kami tidak akan beriman kepadanya dan membenarkan perkataannya selama-lamanya.”
Abu Jahal juga pernah berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya kami tidak mendustakan engkau, akan tetapi kami mendustakan apa yang engkau bawa.”
Karena itu di surah Al-An’am ayat 33, Allah ﷻ menyuruh Rasulullah ﷺ bersabar, tapi sebelumnya diberi penghiburan kalau Allah ﷻ memahami rasa sedih yang Rasul ﷺ rasakan.
قَدْ نَعْلَمُ اِنَّهٗ لَيَحْزُنُكَ الَّذِيْ يَقُوْلُوْنَ فَاِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُوْنَكَ وَلٰكِنَّ الظّٰلِمِيْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ يَجْحَدُوْنَ
Sungguh, Kami mengetahui bahwa sesungguhnya apa yang mereka katakan itu betul-betul membuatmu (Nabi Muhammad) bersedih. (Bersabarlah) karena sebenarnya mereka tidak mendustakanmu, tetapi orang-orang zalim itu selalu mengingkari ayat-ayat Allah.
Q.S al-An’am (6): 33
Meskipun berat, keimanan dan keteguhan hati Rasulullah ﷺ dikuatkan pula oleh para sahabat yang mengikutinya. Suatu hari Abu Bakar bin Abi Quhafah saat masih di Mekah pernah diinjak-injak orang-orang Quraisy dan dipukuli dengan sangat keras. Orang-orang Bani Taim yang membawanya pergi setelah itu sampai yakin bahwa Abu Bakar akan segera meninggal.
Namun Abu Bakar menolak untuk dirawat lukanya sebelum melihat keadaan Rasulullah ﷺ dengan mata kepalanya sendiri (bahwa Rasulullah ﷺ baik-baik saja).
Bagaimana dengan kita? Meskipun kita mungkin tidak akan mampu setara dengan kesetiaan Abu Bakar terhadap Rasulullah ﷺ, belajarlah jadi teman yang baik dengan menjaga lisan dari menyakiti hati
Sumber: Sirah Nabawiyah karya Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri
Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman al-Mubarakfuri.
Photo by Sulthan Auliya on Unsplash