Indonesia Limit ISBN?

Pernah memperhatikan nomor-nomor kecil yang biasanya selalu ada di belakang cover buku? Itu merupakan nomor ISBN (International Standard Book Number). Apa sih fungsinya ISBN? Sederhananya, ISBN digunakan untuk mengidentifikasi buku secara khas. Bayangkan ada berapa banyak buku di dunia ini yang judulnya mirip. ISBN membantu kita untuk mengidentifikasi buku secara tepat karena menggunakan rumus angka-angka yang dapat mudah dibaca di komputer. 

Dengan keunikan tersebut, ISBN digunakan oleh penerbit, distributor buku, perpustakaan, untuk pemesanan buku, pencatatan, dan pengendalian stok. ISBN dapat digunakan untuk mengidentifikasi negara/bahasa, penerbit, judul buku, dan format buku.

Kini ada 150 agensi ISBN yang tersebar di dunia mengelola pengajuan ISBN dari penerbit di 200 negara dan teritorial. Di Indonesia agensi resmi ISBN adalah Perpustakaan Nasional RI. Sebagai agensi, tentu Perpusnas tunduk pada aturan ISBN internasional. Perpusnas telah memulai penggunaan ISBN sejak tahun 1985. Badan ISBN internasional sendiri berkedudukan di London, Inggris. 

Di Indonesia, ISBN pernah mengalami kekacauan karena ketidakpahaman para penerbit terkait pengelolaan ISBN, Beberapa pemicunya antara lain:

  1. Oknum penerbit memperjualbelikan ISBN sebagai nomor berharga (meskipun tidak seperti Porkas atau SDSB). Lebih kacau lagi satu nomor dipergunakan untuk lebih dari satu judul buku. Artinya, ada nomor yang tumpang tindih menyebabkan buku tidak teridentifikasi.
  2. ISBN dijadikan daya tarik penjualan jasa penerbitan. Sebenarnya hal ini sah-sah saja. Namun, yang sering terjadi ISBN dijadikan sekadar penggugur kewajiban syarat penilaian sebuah buku di lembaga pemerintah, tetapi buku ber-ISBN itu tidak pernah betul-betul diterbitkan. Dengan kata lain, tidak pernah dicetak massal untuk disebarkan.
  3. Penerbit didirikan bukan dengan maksud selayaknya penerbit. Karena itu, ia pun tidak merasa bertanggung jawab buku yang diajukan ISBN harus dicetak/diperbanyak dan disebarkan. Banyak penerbit dadakan muncul untuk memanfaatkan peluang penilaian buku sebagai angka kredit bagi guru, dosen, atau ASN di lembaga pemerintah. Mereka menawarkan jasa sangat murah tanpa bertanggung jawab terhadap hakikat dan eksistensi sebuah buku, apalagi mutu buku. Penerbit seperti ini sama dengan media abal-abal.

Perpusnas pun tentu harus bertanggung jawab kepada lembaga ISBN internasional. Wajar jika kemudian Perpusnas mengambil sikap menghentikan sementara layanan ISBN dan membatasi pemberian nomor ISBN. 

Saat ini di Indonesia terjadi lonjakan dua kali lipat. Namun, memang tidak semua buku itu disebarkan secara luas. Sejak tahun 2015 – 2021 tercatat 404.037 judul buku diterbitkan. Sebelum pandemi tahun 2019, ISBN yang dikeluarkan mencapai 123.227. Tahun 2020, saat terjadi pandemi, pengeluaran ISBN melonjak menjadi 144.793 judul. Tahun 2021 terjadi penurunan dengan pengeluaran ISBN sebanyak 53.398.

Lonjakan pengajuan ISBN tersebut ditengarai juga akibat banyaknya publikasi yang tidak patut diberi ISBN, termasuk oleh lembaga negara. Di sini kita perlu mendefinisikan kembali apa yang disebut buku.

Tidak semua publikasi dalam bentuk buku relevan atau layak diberi ISBN, apalagi publikasi yang bukan termasuk buku. Buku merupakan media massa dengan sifat publikasi tidak berkala (tidak secara periodik diterbitkan).

Buku yang relevan diberi ISBN adalah buku yang berada pada rantai pasok industri buku. Ciri ini dapat disederhanakan sebagai berikut.

  1. Buku tersedia untuk publik secara luas dan dapat diakses, baik secara gratis maupun berbayar.
  2. Buku diperjualbelikan dalam jumlah yang banyak. UNESCO pernah membuat batasan minimal 50 eksemplar. 

Kini Perpusnas RI masih “menahan” sekitar 5.000 pengajuan ISBN. Eksistensi penerbit memang dipertanyakan. Apakah yang mengajukan ini benar-benar penerbit atau bukan. Salah satu jalan yang sedang disiapkan oleh Pusat Perbukuan adalah akreditasi penerbit. Ini mungkin solusi ke depan bagi Perpusnas untuk menyeleksi penerbit pengaju ISBN hanya penerbit yang terakreditasi. 

Sumber: Tulisan Bambang Trim (Praktisi Penulisan dan Penerbitan)

Author

0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like